CEO Telegram (Dok. Ist) |
IndonesiaTerkini.id - Penangkapan Pavel Durov, CEO dan pendiri aplikasi pesan Telegram, oleh penegak hukum Prancis pada Sabtu malam, memicu perdebatan di seluruh dunia, terutama di Rusia.
Durov, yang lahir di Rusia pada 1984, ditangkap saat tiba di bandara Le Bourget, Paris, dari Azerbaijan. Penangkapannya dianggap dapat memengaruhi operasi militer Rusia di Ukraina.
Telegram banyak digunakan oleh tentara Rusia untuk komunikasi. Banyak analis di Rusia khawatir bahwa penangkapan Durov dapat membahayakan informasi penting yang dikirim lewat aplikasi tersebut.
Beberapa media Rusia juga mencatat bahwa data yang diperoleh dapat dieksploitasi untuk kepentingan politik.
Sebagai respons terhadap penangkapan ini, ada seruan di Rusia untuk mengembangkan sistem pesan alternatif, terutama untuk penggunaan militer.
Durov dituduh terlibat dalam kejahatan yang dilakukan oleh pengguna Telegram, seperti perdagangan narkoba, pelecehan anak, dan penipuan.
Media Prancis menyebutkan bahwa penangkapan ini terkait dengan kurangnya moderasi di Telegram dan dugaan penolakan Durov untuk bekerja sama dengan pihak berwenang.
Vera Zhurova, Wakil Presiden Komisi Eropa untuk nilai-nilai dan transparansi, menuduh Rusia menggunakan Telegram untuk menyebarkan informasi palsu.
Komisi Eropa memperingatkan bahwa negara-negara Baltik, Polandia, dan Bulgaria rentan terhadap informasi yang disebarkan melalui platform tersebut.
Menurut para ahli, penangkapan Durov bisa berdampak besar pada masa depan Telegram. Beberapa berpendapat bahwa ada faktor lain di balik penangkapannya yang mungkin belum terungkap. Durov dianggap memiliki independensi dari otoritas negara, tetapi juga menghadapi regulasi yang kurang memadai.
Dmitry Drize, seorang komentator politik, menekankan pentingnya penangkapan ini dalam konteks keamanan dan kebebasan berbicara.
Ia menambahkan bahwa otoritas Prancis dan Amerika ingin Durov memberikan akses untuk mengendalikan aplikasi pesan tersebut, yang bisa berdampak negatif bagi Rusia.
Pakar keamanan siber Andrey Masalovich mencatat bahwa obrolan di Telegram berisi informasi strategis penting dan menunjukkan bahwa Durov mungkin mulai bekerja sama dengan intelijen Barat.