Ilustrasi. Orangtua wajib memahami cara mengenali gejala diabetes melitus pada anak sebagai langkah preventif. |
INDONESIATERKINI.ID - Diabetes melitus pada anak menjadi salah satu kondisi yang perlu diwaspadai oleh para orang tua. Memahami gejala-gejala awal penyakit ini penting agar penanganan dapat dilakukan secepat mungkin dan mencegah komplikasi yang lebih serius.
Menurut dokter spesialis anak dari Divisi Endokrinologi RS Cipto Mangunkusumo, dr. Ghaisani Fadiana Sp.A (K), terdapat tiga gejala utama yang kerap muncul pada anak dengan diabetes melitus, yaitu dikenal sebagai 3P: poliuri, polidipsi, dan poliphagi.
“Secara umum ada tiga gejala diabetes melitus pada anak yang disebut dengan 3P, yaitu poliuri atau sering pipis di malam hari, polidipsi atau sering merasa haus, dan poliphagi atau mudah lapar,” ungkap Ghaisani dalam sebuah diskusi kesehatan yang berlangsung secara daring di Jakarta, Jumat.
Selain gejala 3P, ada pula tanda-tanda lain yang sering menyertai, yaitu berat badan anak yang tidak bertambah atau justru mengalami penurunan drastis. Kondisi ini sering ditemukan pada anak-anak atau remaja yang terdiagnosis diabetes.
“Biasanya 3P disertai salah satu hal lagi yang khas, yaitu berat badannya tidak naik atau malah turun, dan itu cukup banyak ditemukan pada anak-anak dan remaja dengan diabetes,” tambah Ghaisani.
Selain tanda-tanda umum seperti sering buang air kecil, mudah haus, dan lapar, anak-anak yang mengalami diabetes juga dapat merasa cepat lelah dan tidak mampu mengikuti aktivitas fisik yang berat. Dalam beberapa kasus, anak-anak ini juga dapat mengalami infeksi berulang, seperti infeksi paru-paru atau infeksi jamur.
Gejala-gejala ini bisa menjadi sinyal bagi orang tua untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut. Salah satu metode penting untuk mendeteksi diabetes pada anak adalah dengan rutin memeriksa kadar gula darah. Jika kadar gula darah sewaktu anak mencapai lebih dari 200 mg/dl dan disertai gejala 3P, maka ada kemungkinan besar anak tersebut menderita diabetes melitus (DM).
Sayangnya, tidak jarang anak dibawa ke rumah sakit dalam kondisi yang sudah berat, seperti mengalami sesak napas, dehidrasi, atau bahkan penurunan kesadaran. Hal ini sering terjadi karena orang tua terlambat mengenali gejala-gejala yang ada.
Ghaisani menjelaskan bahwa mayoritas kasus diabetes melitus pada anak adalah tipe 1. Pada diabetes tipe ini, pankreas anak tidak mampu memproduksi insulin dalam jumlah yang cukup.
“Sebagian besar diabetes melitus pada anak merupakan tipe 1, di mana ada masalah di pankreas sehingga tidak bisa memproduksi insulin untuk tubuh dalam keadaan yang cukup,” jelas Ghaisani.
Di sisi lain, diabetes melitus pada orang dewasa lebih sering berupa tipe 2, di mana pankreas masih bisa memproduksi insulin, tetapi insulin tersebut tidak mampu mengontrol gula darah dengan baik.
Akibat dari perbedaan ini adalah pada penanganannya. Pada anak-anak dengan diabetes tipe 1, terapi utama adalah suntik insulin, yang wajib dilakukan untuk mencegah komplikasi yang lebih serius.
Anak yang menjalani terapi insulin perlu terus memantau kadar gula darahnya secara berkala. Pemeriksaan kadar gula darah ini sebaiknya dilakukan sebelum dan setelah makan, atau setidaknya 3-4 kali dalam sehari.
“Idealnya anak perlu periksa gula darah setiap sebelum makan dan 2 jam setelah makan atau paling tidak 3-4 kali sehari, dengan tujuan untuk mengetahui apakah makanan yang diberikan sudah cukup memenuhi kadar gula darah dalam tubuhnya,” papar Ghaisani.
Jika anak sedang dalam kondisi sakit, misalnya demam, pemeriksaan gula darah perlu dilakukan lebih sering, karena kondisi ini dapat mempengaruhi kadar gula darah, baik meningkatkan atau menurunkannya.
Selain suntik insulin, pola makan juga harus dijaga dengan baik. Anak-anak dengan diabetes dianjurkan untuk menghindari makanan yang mengandung gula tinggi dan pemanis buatan seperti permen dan minuman bersoda. Meski begitu, kebutuhan karbohidrat tetap harus diperhatikan, karena karbohidrat masih dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan mereka.
Anak-anak yang mengalami diabetes juga disarankan untuk tetap aktif secara fisik. Aktivitas fisik dengan intensitas sedang hingga berat sebaiknya dilakukan sekitar 3-4 kali seminggu.
"Yang jelas anak dengan DM tidak bisa berjalan sendiri, harus butuh satu support system yang lengkap, keluarganya mendukung, gurunya mendukung itu sebetulnya harus kita edukasi,” tambah Ghaisani.
Mengutip artikel Pafibondowoso.org, anak dengan diabetes melitus tetap dapat mengonsumsi makanan manis, namun disarankan memilih sumber gula yang lebih sehat, seperti gula kompleks dari buah-buahan. Jika terjadi kondisi gula darah rendah, penanganan darurat yang dapat dilakukan adalah dengan memberikan sumber karbohidrat yang cepat diserap tubuh, seperti air gula, teh manis, permen, atau kismis.
Dengan dukungan keluarga dan pemantauan yang tepat, anak-anak dengan diabetes melitus dapat menjalani kehidupan yang sehat dan aktif tanpa hambatan berarti.